Minggu, 31 Desember 2023

Tangisan Paling Menyakitkan Seumur Hidupku - Part 1

 Sabtu, 23 Desember 2023 dini hari sekitar pukul 01.00 aku bangun untuk membuat kue ulang tahun yang kebetulan dipesan oleh dosenku di universitas dulu. Kue bertema Mario Bross yang beberapa hiasannya sudah aku cicil  sehari sebelumnya. Terdengar sura mengaji mama, Ya! sudah hampir sebulan ini mama rutin solat taubat, tahajud dan mengaji mulai jam 1 pagi, Alhamdulillah. Sekitar jam 3 pagi mama sudah selesai solat, dan seketika itu juga aku langsung meminta mama menunggu kue ku sebentar yang sedang di oven karena aku baru ingat kalau aku belum solat isya. Mama menunggu kue ku sembari duduk di ruang tamu seraya memegangi handphonenya. Selesai aku solat, mama bilang "Aahh teteh udah beres, mamah mau bobo yaa!". Aku pun mengiyakan, mama memang sering tidur dulu sebentar sembari menunggu subuh. Gantian lah papa yang bangun, karena aku yang minta bantu papa untuk uleni dan warnai fondant sebanyak 3 Kg itu. Berat rasanya tanganku mau copot, hehe.. Tapi kemudian ada masalah setelahnya, fondantnya melorot saat diaplikasikan ke kue, fondantnya retak dan bergelombang, kuenya pun jadi miring. Kesal dan ingin menangis rasanya. Entah mengapa, tidak seperti biasanya. Padahal itu fondant yang biasa aku pakai, bukan sekali dua kali tapi sudah sering. Sampai berjam-jam hanya untuk memperbaiki cover fondantnya, yang akhirnya aku pakaikan double covernya agar rapi.

Sekitar pukul 5.30 pagi aku baru selesai mengcover cakenya, tinggal menghias saja meskipun sedih melihat kuenya tidak serapi biasanya. Ya bagaimana lagi, mengulang dari awal sudah tidak akan mungkin. Mama pun bangun lagi, dan berkata "Teh, muka mamah basah dijilatin Una (Kucing hitam kami)". Aku mendengar tapi aku tidak menggubris karena aku fokus pada kue, antara kesal dan mengejar waktu yang hanya 1 jam lagi. Maaf yaa, Ma.

Sudah jam 6.30, Aku dengar mama memasak telur untuk sarapan. Mama lapar katanya, mau pergi gowes (sepedaan). Mama lanjut sarapan dan bercerita tentang demo masak di komplek kemarin, yang katanya akan dapat hadiah pashmina Ivan Gunawan, tapi ternyata kerudungnya abal-abal, jelek banget bukan ivan gunawan. Haha. Tapi lagi-lagi aku cuek, karena aku semakin dikejar waktu. Oh ya, sehari sebelumnya, Jumat pagi aku memberi mama kerudung Ivan Gunawan yang Humanity Series sebagai hadiah Hari ibu. Sampai mama jadikan status itu kerudung pemberianku, Alhamdulillah kalau mama senang.

Akhirnya kue selesai di jam 7 lebih, aku langsung bergegas order grab untuk antar kuenya karena tidak memungkinkan untuk aku antar sendiri, yaa secara belum mandi kaann makan waktu lagi dong sedangkan kuenya harus sampai di jam 8 pagi. Nah disitu aku udah di puncaknya kesal, karena mamang Grabnya lamaaaaa banget. Aku jadi marah-marah ga jelas. Minta bantu papa untuk pack kuenya, tapi papa lama dan banyak una inu. Aku disitu kesal dan berkali-kali bicara dengan nada kesal pada papa. Biasanya mama akan menegurku, tapi disitu mama hanya memerhatikan tidak bicara sepatah kata pun. Mama sama papa malah foto-foto kuenya dulu, bukannya langsung di masukin box, makin kesal aku karena mang grabnya udh sampai kuenya masih diotak-atik Huhuhu.

Nah selesai kue di pick up jam 7.30, aku mandi dan minta tolong mama bantu setrika bajuku untuk pergi lembur kerja. Mama setrikanya di kamarku, dan hari itu aku cari baju biru susahnya minta ampun secara numpuk banget baju yang belum distrika. Akhirnya dipilih lah yang gampang diambil itu baju warna hitam, kerudungnya aja yang biru. Selesai mandi, di dapur mama bilang "Teh, sarapannya telor dadar aja ya!", "Okeee..!" Jawabku.

Selesai siap-siap, aku berangkat jam 8 pagi.

"Mah, mana tadi sarapan aku?"

"Itu di meja depan!" kata mama seraya menunjuk goodie Bag bekas starbuck yang berisi bekal sarpaan aku.

Aku pun bergegas masuk ke mobil dengan buru-buru takut telat. Yang menghampiri aku hanya papa, sedangkan mama sudah menuntun sepedanya. terdengar mama bertanya ke papah "Pah, kaya yang kempes bannya!"

"Engga, ngga kempes!" Jawab Papa.

Aku pun tancap gas langsung berangkat, tanpa cium tangan mama karena seburu-buru itu.

Belum sampai ke kantor, Papa kok menelfon terus. Tapi dering teleponnya aku abaikan karena aku sedang di jalan, akan aku telfon balik saat aku tiba di kantor pikirku. Apa ada yang tertinggal atau apa aku tak tahu. Sampai akhirnya aku tiba di kantor dengan perasaan yang tidak karuan, pikirku karena aku nyaris kesiangan kali yaa.

Baru saja mau mulai doa pagi, mamang grab menelfon "Bu, rumahnya yang mana ya?"
"Hah? bapa abru sampai daritadi?"
"iya bu jalanan macet!" gitu katanya.
kesalnya aku, karena aku saja yang berangkat jam 8 sudah tiba dikantor. Ini dari setengah 8 baru sampai 9 lebih 15? Gak habis pikir.

Selesai ku tutup telepon mamang grab, masuk lah telepon dari papa.

"Teh, pulang sekarang ya! Mamah masuk rumah sakit!"

"Sakit apa? tadi gak apa-apa ah!"

"Ya pokonya pulang aja sekarang ya!"

Disitu pikiran aku sudah semakin kalut, aku izin dulu untuk pulang. Langsung aku ambil tas seraya berlari menuju tempat parkir. Pikiran udah kemana-mana sepanjang jalan. Aku telfon adik ku karena tadi papa rasanya gak jelas, bikin panik.

"Dit, dimana?"

"di IGD teh mamah sakit."

"Sakit apa? sadar gak mamanya?"

"Iya, tadi mah sadar!" jawab adikku sambil terdengar terisak.

"Mana fotoin mamahnya"

"Iya nanti da ini mau pulang"

"Kenapa pulang? emang udah ga apa-apa mamahnya? hayu bawa ke alihsan aja yuk sama teteh!"

"Gausah da ini udah boleh dibawa pulang! teteh pulang aja ke rumah" jawabnya sambil menutup teleponku.

Bisa bayangkan bagaimana perasaanku saat itu? di pikiranku sudah terlintas kemungkinan terburuk bahwa mama sudah tidak ada lagi di dunia ini.

tangisku pecah, "Ya Allah jangan mama Ya Allah! Aku saja! Aku mau jual mobil ini buat mama sama papa umroh. Tolong jangan mama, Ya Allah!"

Lemas sekali badanku, nafas rasanya sesak dan sakit ke ulu hati. Ada dingin yang menyelinap ke dalam tubuh, padahal cuaca hari itu sangat panas. Jalanan hari itu sangat macet. Tak aku temukan jalanan kosong sedari kantor hingga ke rumah. Seperti semesta tahu, jika jalanan kosong aku akan memacu mobilku dengan kecepatan tinggi tanpa aku pedulikan keselamatanku. Bahkan aku berpikir untuk menabrakan diriku saat itu, tapi karena jalanan macet "Ah nabrak di jalanan sepadet ini mah gak akan mati!". Astagfirullah.

Aku memaki Allah, aku meratapi nasibku yang entak bagaimana jika tak ada mama. "Bukankah sudah ku mohon berkali-kali Ya Allah. Jangan ambil orangtua ku sebelum aku! biar aku dulu yang mati!"

Aku melirik ke jok sebelah, ada tas starbuck berisi sarapanku tadi. Tangisku makin mengguncah. Aku keluarkan tempat makannya dan aku ambil foto nasi beserta telur dadar kecap itu. Demi Allah menyakitkan sekali rasanya. Membayangkan nasi itu baru saja mama buat, belum sempat aku memakannya, masa mama udah gak ada lagi aja?!.

Setibanya di rumah, aku lihat di depan rumahku sudah terpasang tenda berwana hijau untuk memandikan jenazah. Disitu aku berkata, "Ya Allah, kamu jahat sekali!"

Pas membuka pintu, ada ibu RT berkata "neng, yang sabar ya neng!"

Kalimat itu seolah menjawab semua terkaanku bahwa mama sudah meninggalkan aku untuk selamanya. Badanku benar-benar lemas, tak mampu berdiri, dan aku rasakan tubuhku jatuh dan dibopong orang-orang masuk ke kamar. Aku menangis meraung-raung seperti anak yang sedang tantrum.

"Teh, yuk kuat yuk! Lihat dulu mama untuk yang terakhir kali!"

Disitu kain yang menutupi tubuh mama disingkap sedikit bagian wajahnya.

Aku merangkak menuju mama. Aku pandangi wajahnya yang terlihat tersenyum, tapi sudah sangat pucat. Ku pegang tangannya yang masih lentur tapi sudah sangat dingin. Aku menangis sejadi-jadinya, aku dekap tangannya seolah tak ingin aku lepaskan sedikit pun.

"Aku tidak ikhlas Ya Rabb!" teriakku dalam hati.

Tapi tangan-tangan itu memisahkan tanganku dari mama. Aku dijauhkan kembali dari mama. Jasad Alamrhumah diangkat untuk dimandikan, dan aku pun diajak untuk memandikannya. Ku Pegang wajahnya perlahan, dingin sekaliii. Aku bilas rambutnya, terlihat uban-ubannya tersingkap saat diguyur air perlahan. Demi Allah, sakiitt sekali hatiku saat itu, Ya Rabb! Melihat tubuh mama sudah terbujur kaku, tak dapat bergerak sedikitpun.

Selesai dimandikan, lanjut dikafani di tengah rumah. Kami keluarganya diberi kesempatan untuk mencium kening mama untuk yang terakhir.

"Cium mama untuk yang terakhir kali ya! tapi jangan sampai air matanya menetes, kasian mama sudah dimandikan!"

Aku lihat papa, dan adik-adik aku mencium mama. Saat tiba giliranku, aku tak sanggup. Air mata yang keluar terlalu deras, tak bisa sedikitpun aku tahan. Hingga akhirnya aku tidak mencium mama setelah dimandikan itu. "Maafin teteh gak sanggup cium kening mama untuk yang terakhir, Ma!"