Jumat, 07 Juni 2013

Aku Rindu ~

Ada tangis yang pecah pada sepertiga malam terakhirku tadi malam. Rindu yang mengguncah dan memoribia yang menghujam sebabnya. Ada rasa bersalah menyeruak saat kedua tangan menengadah pada-Nya. Aku merindukannya. Aku ingin memeluknya, seperti dulu.

Beliau, seorang wanita yang aku kagumi sosoknya. Wanita Hebat. Mandiri. Bijaksana. Berani. Beliau wanita yang mampu berdiri sendiri ketika sosok kepala keluarga yang seharusnya melindungi berada jauh disana, mengemban tugas negara. Beliau mengayomi anak-anaknya dengan baik, penuh kasih sayang, dan penuh bela. Beliau wanita yang mampu menjadi inspirasi wanita lainnya. Membuka kursus menjahit, kursus membuat kue, dan menjadi kader yang kompeten. Hidupnya tak pernah berleha, beliau hebat menjadi wanita seutuhnya.

Beliau orang pertama yang mengajariku membuat gaun-gaun barbie yang cantik.
Beliau orang yang selalu menceritakan dongeng padaku sedari aku kecil hingga beranjak remaja. Hingga aku merasa dongeng-dongengnya tidak lagi lucu. Dongeng yang beliau ulang berkali-kali. Dongeng yang sudah ku ketahui endingnya.
Beliau orang yang mengajariku membuat kue-kue untuk lebaran sejak aku duduk di bangku SD. Tak pernah beliau memarahiku, beliau hanya tersenyum ketika melihat bentuk yang ku hasilkan tidak bagus. Beliau tetap melatihku dengan sabar.
Beliau orang yang membuatkanku mie rebus yang paling enak rasanya. Menghentikan tangisku seketika saat malam itu ditinggal mama agar aku menemani beliau malam itu.
Beliau yang selagi ku kecil selalu memberiku upah jika aku memijat kaki beliau. Meskipun pijatanku sama sekali tak membuatnya mendingan, mungkin.

Hingga aku beranjak dewasa. Aku tahu begitu bangganya ia padaku. Ia menceritakan aku yang "hebat" dimatanya pada orang-orang. Lantas itu membuatku malu, karena aku tak sehebat yang ia ceritakan.
Aku ingat. Saat ia memaksa mama untuk mengunjungiku di posko ketika aku sedang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun lalu, di Karangpawitan, Garut tepatnya. Ia datang mengunjungiku meski dengan fisik yang tak lagi bugar. Ia tak dapat berjalan dengan baik, karena kakinya sudah sulit menopangnya berdiri. Raut wajahnya menggambarkan kegembiraan yang luar biasa. Dengan hangat, beliau berbagi cerita bersama teman-temanku disana.
Aku rindu beliau yang selalu meminta fotoku untuk beliau pajang di kamarnya, namun tak juga aku penuhi. Hingga akhirnya mama memberikan fotoku bersama teman-teman KKN ku yang kemudian beliau pajang rapi di atas lemari beliau.

Beliau yang selalu mendoakan kesuksesanku, mendoakan ku supaya mendapat seorang pendamping yang shaleh, meninggalkanku sore itu. Padahal belum sempat aku mencium tangan beliau. Ada banyak cerita yang belum aku bagi dengan beliau.

Ya Allah, mengapa aku harus mengikuti rasa malasku untuk keluar rumah? Mengapa aku tidak mengunjunginya padahal aku tak beraktivitas beberapa hari itu? Mengapa orang lain yang ada disana saat itu, bukan aku? Sungguh aku menyesal.

"Bukankah Nenek ingin melihat teteh sukses? Tidakkah Nenek ingin menyaksikan teteh memakai toga dengan predikat 'cumlaude' nanti? Tidakkah Nenek ingin melihat teteh mendapatkan seorang pendamping yang shaleh seperti yang Nenek harapkan?
Teteh belum melakukannya, Nek. Teteh belum mewujudkannya, sama sekali.
Teteh masih menjadi anak yang manja dan menyusahkan orang tua. Teteh masih kesulitan memulai skripsi. Teteh masih belum bertemu dengan seseorang seperti yang Nenek harapkan untuk menjadi pendamping teteh kelak.
Teteh mohon maaf, Nek. Ternyata Allah begitu menyayangimu. Akan teteh tunjukan nanti. Teteh akan buat Nenek tersenyum dari surga sana. Teteh sayang Nenek. Teteh ingin menjadi wanita hebat seperti Nenek. Biar sekarang teteh yang jaga mama. Nenek beristirahatlah disana, dalam damai."
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un..



~ I LOVE YOU, FOR ALWAYS ~