Jumat, 24 Oktober 2014

Today Wasn't Fairy Tale

Terlalu sadar aku saat ini, bahwa segala sesuatu yang ku yakini dari dongeng yang pernah aku dapati sejak kecil tak pernah sama dengan kehidupan nyata. Ya, sama sekali.

Dongeng itu terlalu sederhana, mudah diterka, dan akrab dengan kalimat "happy ending". Tidak begitu yang aku temukan dalam kehidupan sebenarnya, hidup itu terlalu palsu, sulit diterka, dan lebih akrab dengan kalimat "semua akan indah pada waktu yang tepat" tanpa kita tahu kapan, bagaimana, bahkan dengan siapa. Iya, semua rahasia Allah SWT yang Maha Mengetahui.

Teringat pada satu quote dari penyanyi kesukaanku, Taylor Swift.
 "When I was a little girl, I used to read fairy tales. In fairy tales you meet prince charming and he's everything you ever wanted. In Fairy tales the bad guy is very easy to spot. The bad guy is always wearing a black cape so you always know who he is. Then you grow up and you realize that prince charming is not as easy to find as you thought. You realize that bad guy is not wearing a black cape and he's not easy to spot; he's really funny, and makes you laugh, and he has perfect hair."

Bukankah itu benar?

Sampai saat ini aku masih belum bisa membedakan. Apakah untuk tahu harus berani mencoba terlebih dahulu? Ada cara lain? Adakah garansi bahwa aku tak akan terluka jika kelak yang terlihat baik saat ini tidak akan menyakiti?

Rupanya ketakutan yang menggelayut di pelupuk mataku malah membuatku makin buta. Jika sudah begitu, lalu apa guna firasat? mengapa firasat yang ku punya masih saja salah? Bukan karena aku memilih seseorang yang tak baik, malah mungkin aku memilih yang terlampau baik. Tapi jika ia tak pernah se-yakin yang aku yakini lantas aku bisa apa?

Jumat, 07 Februari 2014

Aku Melihat Kamu

Malam ini, hari yang sama, bulan yang sama, bilangan tahun yang berbeda. Aku menyusuri (lagi) jalan yang sama persis; tanah yang masih basah, langit yang gelap, dingin yang menusuk, serta gemerlapnya lampu jalanan. Pada tempat-tempat yang aku lewati di sepanjang jalan, aku melihat kamu.

- 3 Februari 2014 -

Kamis, 23 Januari 2014

Meraih Gelar

Meraih gelar. Dua kata yang mewakili perjuangan saya menulis skripsi. Mungkin bagi sebagian orang menulis skripsi adalah hal yang biasa, tapi tidak demikian dengan saya. Mungkin saja terdengar begitu berlebihan di telinga kalian, tapi bagi saya ini merupakan "perjuangan".

Perjuangan saya dimulai sejak seminar judul bulan Juli 2013 kemarin. Saya yang pada saat itu masih ongkang-ongkang kaki dan lebih fokus pada produksi cookies lebaran yang pesanannya membludak. Skripsi saya baru seutuhnya mulai saya perjuangkan pada akhir agustus. Saya mulai bimbingan secara intensif dengan Pembimbing 2, hingga pada pertengahan september saya mampu menyelesaikan sampai bab 3 dan mendapat izin untuk selanjutnya dilanjutkan pada Pembimbing 1.

Hari itu saya menyimpan draft saya di atas meja beliau (Pembimbing 1), sesuai dengan perintahnya. Keesokan hari saya datang, draft saya masih rapi di atas meja beliau. Sampai sore saya tunggu dengan harapan beliau punya waktu untuk membacanya, tapi yang saya dapati tak sesuai harapan. Begitu dan begitu setiap harinya hingga menginjak minggu ke-3 draft saya di atas meja beliau. Beliau adalah seseorang yang sangat saya segani, bahkan untuk sekedar menanyakan "Ibu, bagaimana dengan skripsi saya?" pun saya tidak berani. Saya sadar beliau dosen selaku sekjur yang memiliki kesibukan ekstra, dan saya pribadi merasa egois jika saya memohon bimbingan disaat kesibukannya segudang. Merasa gelisah saat terdengar di telinga, kabar bahwa minggu depan dibuka seminar. Semakin tak karuan dan merasa berkecil hati, akhirnya saya berusaha untuk tidak berharap banyak.

Dua hari kemudian saya kembali datang, dan betapa senangnya beliau telah membaca draft saya. Saya menghadap kepada beliau ditemani oleh Pembimbing 2 dan berdiskusi bersama. Finally, beliau mengharuskan saya merombak kembali mulai dari Bab 1, karena tujuannya belum jelas, dan masalahnya belum terbaca dimana dan bagaimana. Dengan menarik nafas panjang, saya mengatakan "baiklah, Bu."

Beliau mengarahkan saya dengan baik, memberi masukan dan pengertian dengan sangat sabar. Bahkan saat saya ingin menangis karena isi materi dan butir angket saya yang selalu 'kurang tepat' sedangkan kondisinya sulit sekali menemui beliau untuk bimbingan, beliau meminta maaf kepada saya atas waktunya yang terbatas dan atas cara penyampaiannya yang mungkin membuat saya sulit mencerna maksud keinginan beliau. Bagaimana saya tidak ingin menitikkan air mata saat beliau berkata seperti itu, malah ibu (pembimbing) saya yang meminta maaf karena kesalahan saya yang tak kunjung benar. Aaahh maluuu :"

Akhirnya, pada tanggal 1 November saya mengikuti seminar 1. Alhamdulillah, perjuangan saya dalam mengejar gelar akhirnya maju satu langkah. Pada pelaksanaan seminar 1 itu, saya hanya ditemani oleh Ibu Pembimbing 2 karena Ibu Pembimbing 1 sedang sibuk mengurus ISO.

Setelah selesai seminar 1, 'drama' bimbingan saya dengan Pembimbing 1 terjadi lagi. Menunggu berhari-hari bahkan berminggu pun menjadi keharusan bagi saya. Sementara Pembimbing 2 saya selalu mensupport dan menanyakan kabar skripsi saya, apakah sudah bimbingan, apakah sudah pembimbing 1 baca, apakah sudah boleh ke lapangan atau belum. Mungkin beliau iba terhadap saya, tapi beliau tak dapat berbuat apa-apa, karena beliau bilang keputusan sepenuhnya berada pada Pembimbing 1. Sampai beberapa kali bolak-balik bimbingan, mengganggu waktu ibu pembimbing 1, akhirnya ada tulisan ini di cover skripsi saya:


Bergegas, tak buang waktu lagi saya menyempurnakan dan memperbanyak angket saya untuk disebar pada 59 orang Siswa Kelas XI Jasa Boga di SMK Negeri 2 Baleendah. :D
Berniat ngebut, satu minggu mengolah data dan konsultasi dengan Pembimbing 2, akhirnya kembali menemui ibu Pembimbing 1. Hal yang sama harus saya alami, 2 minggu menunggu beliau membaca draft saya. Tapi sekalinya beliau ada waktu, beliau lah yang mencari saya dan menghampiri saya di kantin. Pernah satu waktu beliau sudah membaca draft yang sudah saya simpan lama di atas mejanya, tapi saat beliau mencari saya, saya tidak ada. Hingga dua hari berikutnya, draft yang telah beliau baca tersebut masih di mejanya. Beliau mengirimi saya pesan singkat menanyakan bagaimana kabar saya, dan menawari saya mengikuti seminar 2 yang akan dibuka minggu depan. Ya mungkin itung-itung upayanya membangkitkan semangat saya yang sudah "hopeless". Hehe.. Baik ya beliau? :')

Daaaannn, yeeyyy! Saya diperbolehkan mengikuti seminar 2 pada 24 Desember. :D

Draft Skripsi Saya untuk Mengikuti Seminar 2
Tapi kurang lengkap rasanya, bergantian kemudian Pembimbing 2 saya yang tidak hadir. Pada hari saya melaksanakan seminar 2 beliau berada di RS, melakukan operasi pengangkatan kanker payudaranya. Sedih :'(

Dua minggu Ibu Pembimbing 2 saya dalam masa pemulihan dan Ibu Pembimbing 1 disibukkan dengan pekerjaan yang jauh lebih sibuk dari sebelumnya. Uring-uringan, sedih, dan kecewa itu ada, tapi dipendam dalam-dalam. Tidak egois, mengerti dan menerima keadaan orang lain adalah keharusan. Sampai kemudian ibu Pembimbing 2 kembali ke kampus, saya kembali mendapat masukan dan arahan dari beliau. Akhirnya Ibu Pembimbing 1 memperbolehkan saya mengikuti ujian sidang dengan alasan "Ibu percaya, kamu kan sudah bimbingan dengan Pembimbing 2, silahkan daftar untuk ujian sidang!". Sementara dengan Pembimbing 2 pun hanya bisa bimbingan 2 kali saja. Bagaimana nasib saya mempertanggung jawabkan skripsi ini di sidang nanti? :'(

 __________________________________________________________________________________
Singkat cerita, saya pun mengikuti ujian sidang pada Tanggal 22 Januari 2014. Hari itu kedua Pembimbing saya menjadi Penguji yang paling saya takuti jika dibandingkan dengan dua dosen penguji lainnya yang notabene adalah dosen partisipan pada seminar 1 dan seminar 2. Dengan hati yang tidak berhenti berdoa, saya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan. Saya mampu menjawab pertanyaan bertubi dari 3 penguji lainnya dengan baik, tetapi tidak dengan pertanyaan dari Ibu Pembimbing 1 ini. Jantung saya berdebar kencang saat pertama menatap wajah beliau. Isi kepala saya berantakan dan semua hafalan saya berlarian entah kemana. Saya merasakan sebingung-bingungnya bingung, speechless, dan gugup luar biasa. Pertanyaan-pertanyaan dari beliau tak dapat saya jawab dengan baik. Bahkan untuk pengertian "pembelajaran" pun saya mendadak lupa. Saya merasa seperti 'remah nastar' di hadapan beliau. Mati kutu. Jawaban yang saya beri adalah jawaban-jawaban bodoh, tidak tepat, terlalu bertele, menjawab dengan terbata-bata, dan mata yang berkaca-kaca hendak menangis. Pada akhir sesi, saya meminta maaf kepada beliau dan berterus terang atas apa yang saya rasakan saat di depan beliau. Rasa gugup saya, rasa takut saya, semua saya ceritakan. Lucunya beliau malah meminta maaf dan menanyakan kepada saya bagaimana caranya agar saya tidak takut lagi kepada beliau. Itu merupakan satu pertanyaan yang tidak dapat saya jawab, karena beliau orang yang sangat baik dan profesional, tak ada yang salah dari diri beliau :')

Setelah selesai ujian sidang, teman-teman HIMAWARI berfoto seraya mengusir tegangnya menanti penutupan dan pembacaan yudisium. Himawari adalah satu kata yang kami gunakan untuk menamai kebersamaan kami. Kami berdelapan yang pada awalnya ada yang melangkah lebih dulu dan ada yang tertinggal, yang pada seminar 1 dan seminar 2 tak pernah lengkap berdelapan, tak dinyana akhirnya dapat mengikuti sidang bersama-sama. Itu merupakan kebahagiaan tersendiri bagi saya, melihat teman-teman saya melewati "hari tak terlupakan" ini bersama-sama. Sementara penutupan dimulai, saya hanya bisa menunduk lemas dijajaran depan, malu dan merasa tidak yakin dapat lulus hari itu karena alasan tadi. 

Tiba saat pembacaan yudisium oleh Bapak Dekan FPTK UPI, terdengar jelas di telinga saya "Cynthia Dewi Ryanditra dinyatakan lulus dengan predikat Cum Laude". Kemudian diketokkannya palu ke atas meja sebagai tanda "syah" nya. Ada rasa syukur luar biasa di dalam dada, ada rasa terimakasih yang tak terhingga kepada ibu-ibu pembimbing, penguji, serta dosen-dosen lainnya. Ada rasa tak percaya yang begitu besar, dan seketika tangis pecah saat para dosen dan petinggi menyalami kami, memberikan selamat atas gelar S.Pd yang resmi kami sandang. Ada peluk hangat mereka kepada kami yang jauh lebih bermakna daripada sejuta kata yang dapat terlontar.

Alhamdulillah, pada tanggal 22 Januari 2014 tersebut proses meraih gelar tercapai, nama saya berubah menjadi Cynthia Dewi Ryanditra, S.Pd. hihiihi :D

sedikit lampiran:

Ada rasa tidak percaya saat saya membuat ini, "benarkah saya sudah akan wisuda?" #abaikanfotonya
Photo Session setelah seminar 2, yang gak pake baju pink itu Caca dan Novi, seminggu kemudian giliran mereka menyusul seminar 2
itu yang pakai baju Owl namanya Tiara, nyusul juga seminggu kemudian :D
Kelar Ujian sidang, sebelum penutupan foto2 dulu di ruang sidang padahal mukaku sembab habis nangis.
Ini kami "Himawari" di helipad FPTK setelah resmi menyandang S.Pd *abaikanorangberbajuhijauitu*

Foto bersama dosen-dosen tercinta, di ruang sidang :D
Terimakasih Ibu Dr. Ade Juwaedah, M.Pd selaku Dosen Pembimbing 1 yang baik sekali dan dengan sabarnya menghadapi saya, Dra. Elly Lasmanawati, M.Si selaku Dosen Pembimbing 2 atas perhatian dan supportnya yang tiada henti kepada saya, Dra. Sudewi Yogha, M.Si dan Cica Yulia, S.Pd, M.Si selaku Dosen Penguji yang teramat baik dan semua dosen-dosen saya yang hebat. Terimakasih banyak untuk segalanya, untuk wejangannya, untuk ilmunya. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat. Aamiin. :')

Mama, Papa, I love youuu.. terimakasih untuk semuanya yang tak dapat saya uraikan satu persatu. Terutama atas doa, materi dan kasih sayang yang berlimpah kepada saya. Terimakasih untuk setiap doa yang sampai di telinga saya, Mama. Terimakasih sudah rela gotong-gotong printer sedemikian seringnya, Papa. Hehee :')

Untuk teman-teman Himawari tersayang, terimakasih telah menjadi teman yang baik selama saya mengenyam bangku kuliah disini. Terutama Uni yang sejak hari pertama perkuliahan telah bersedia menjadi teman saya, menerima egois dan manjanya saya, "My practicum soulmate" yang hampir setiap kelompok kita selalu barengan, terimakasih. Untuk semua, terimakasih atas supportnya, atas menyebalkannya, atas menjengkelkannya, atas menyenangkannya, segalanyaaa. Sadar tak banyak yang dapat saya lakukan untuk kalian tapi semoga sanggup membuat kalian tetap ingat karena saya pun tidak berniat sedikit pun untuk melupakan kalian dan jasa-jasa kalian :')

Untuk kamu, "Hai kamu, terimakasih banyak!". Kamu telah menjadi semangat tersendiri bagi saya untuk segera meraih gelar. Kamu menjadi alasan tersendiri bagi saya untuk tetap menjadi seseorang yang tegap berdiri, seseorang yang kuat, seseorang yang tak pernah lupa untuk bersyukur dan belajar menerima. Terimakasih banyak.

Rabu, 08 Januari 2014

Hei, Tuan Berbaju Hitam

Hey Tuan berbaju hitam,
apa yang sedang ada dalam lamunanmu? Mukamu tampak gusar, jemarimu tak bisa diam dan alismu terangkat mengernyitkan guratan kening.

Hey Tuan berbaju hitam,
apa yang kamu lihat? matamu memancarkan pendar teduh kehangatan, senyummu mengutarakan banyak hal yang tak terungkap, lambaian tanganmu merefleksikan persahabatan.

Hey Tuan berbaju hitam,
apa yang merasuki pikiranmu? Apakah hari ini harimu baik, apakah memang ternyata kamu menyukai baju hitam ataukah benar ada yang sedang dalam angan.

Hey Tuan berbaju hitam,
mengagumimu dari jauh sudah cukup bagiku, sudah cukup membuat hariku tampak tak sekelam bajumu yang berwarna hitam,
menikmati sapaanmu kepada orang yang lewat dibalik sesapan kopiku yang sudah mulai habis.

Hey Tuan berbaju hitam,
melihatmu dari jarak tak jauh tapi tak cukup dekat cukup menutupi kepuasanku, walau orang lalu lalang, walau kamu sering hilang dari pandang.

Hey Tuan berbaju hitam,
aku pamit dulu,
kopiku sudah mulai habis,
kekasihku sudah datang.

by: Falla Adinda