Kamis, 29 Oktober 2020

Mimpi buruk itu bernama Endometriosis (Part 1)

Semua orang pasti merasa punya harapan baru, membangun mimpi-mimpi baru, dan menyusun resolusi yang hendak dicapai di tahun yang baru. Kita berbicara tentang tahun 2020. Begitu pun denganku, banyak sekali yang aku semogakan di tahun ini setelah banyaknya pahit yang mesti aku telan di tahun sebelumnya. Semoga segalanya lekas membaik dan apa yang dicitakan terwujud di 2020 ini. Terutama menikah. Aku ingin segera menikah di tahun ini karena aku rasa aku sudah sangat siap.
Awal tahun ini diawali dengan sakit hebat di bagian perut. Ya, menstruasi yang datang lebih cepat dari seharusnya. Setelah di bulan desembernya pun aku mengalami 2 kali menstruasi dalam sebulan. Malah saat itu baru selesai 1 minggu dari periode sebelumnya aku sudah menstruasi lagi. Saat itu orang-orang bilang aku kecapean, aku terlalu banyak pikiran, tapi aku merasa sepertinya ada yang tidak beres dengan tubuhku.

13 Januari 2020 akhirnya aku izin tidak masuk kerja, memberanikan diri menemui dokter kandungan untuk memastikan semuanya agar tak terus mengira-ngira yang belum tentu benar. Pagi itu, aku ditemani mama ke salah satu rsud di daerahku. Begitu bertemu dokter, aku ceritakan permasalahanku dan dokter lakukan usg saat itu juga.

"Ya Ampun, ini sih endometriosis." Ucap dokter.
"Apa itu dok?" Tanyaku.
"Kalo haid kamu selalu sakit ya?" Dokter balik bertanya.
"Iya dok, sangat sakit. Dulu aku pernah konsul ke dokter kandungan juga tapi menurutnya rahimku bagus tak ada masalah. Beliau bilang sebagian wanita memang merasakan sakit yang hebat dan aku hanya diresepkan asam mefenamat setiap kali sakit itu muncul di hari pertama hingga hari ke-3." Jelasku.
"Oh begitu.. ini sekarang ada kista di rahim kamu, tepatnya endometriosis. Ada di sebelah kiri dan sebelah kanan, ini yang membuat haid kamu sakit. Dan ini gak boleh dibiarkan!" Tegas dokter.
"Lalu apa itu bahaya, dok?"
"Bahaya sih tidak, tapi endometriosis ini bisa menurunkan kualitas hidup kamu. Kamu akan selalu merasakan sakit di bagian perut selama endometriosis itu berkembang dirahim kamu. Beberapa kasus malah sulit mendapatkan keturunan."

Seketika aku terdiam mendengarkan penjelasan tersebut. Rasanya seperti tersambar petir di siang bolong. Betul-betul mimpi buruk bagiku, wanita yang belum menikah.

"Lalu apa harus operasi dok?" Tanyaku, lirih.
"Saya gak sarankan operasi dulu, karena kamu kan belum menikah. Saya suntik tapros dulu saja. Nanti kita lihat perkembangannya bulan depan." Jawab dokter.
"Tapi saya bisa punya anak kan, dok?" Tanyaku lagi memastikan.
"Banyak berdoa ya, ikhtiar. Banyak kok pasien saya yang bisa hamil dengan riwayat endometriosis. Kalau bisa kamu segera menikah ya! Biar langsung promil setelah pengobatan!"

Menurut penjelasan dokter, endometriosis adalah jaringan rahim yang tumbuh bukan di tempat semestinya. Bisa di ovarium, saluran tuba, dinding luar rahim, bahkan bisa menempel di usus dan organ lainnya. Untuk penyebabnya sendiri sampai saat ini belum pasti. Ada yang berpendapat genetik, masalah pada sistem imun, ada juga yang berpendapat disebabkan karena menstruasi retrograde dimana darah menstruasi tidak seluruhnya keluar, sebagian naik lagi ke tuba falopi dan masuk ke organ panggul. Darah/jaringan tersebut kemudian mengendap sehingga menyebabkan peradangan, jaringan parut, atau kista.

Dokter saat itu memvonisku mengidap kista endometriosis. Jenis kista yang terbentuk karena jaringan endometrium tumbuh di ovarium. Dengan ukuran 8cm dan 4cm (saya lupa mana yang kanan mana yang kiri). Berikut hasil usgnya.


Ukurannya sudah besar, tak ada waktu untuk saya menunda-nunda pengobatan. Hari itu saya menjalani suntik tapros, dan diresepkan 30 butir tablet kalsium yang harus saya konsumsi setiap hari selama sebulan ke depan. Bulan depan aku kontrol lagi untuk evaluasi cocok tidaknya tapros itu untuk meredam endometriosisku.

Harga sekali suntik itu sekitar 750ribuan kalo aku tak salah ingat. Ditambah tablet kalsium sekitar 250ribu untuk 30 tablet. Aku keluar dari ruang dokter seraya menahan tangis. Melihat air wajahku yang berbeda, mama hanya bisa diam tak bertanya apa-apa. Hingga tiba di rumah, pecah sudah tangisku. Rasanya langitku runtuh, aku merasa kehilangan masa depanku, aku takut sulit memiliki keturunan, aku berpikir laki-laki mana yang akan mau menerima keadaanku yang seperti ini? Apakah laki-laki yang saat itu bersamaku akan menetap ketika tahu aku sakit? Benar-benar yang aku lakukan seharian itu hanya menangis di kamar. Bahkan saat laki-laki terdekat ku saat itu menanyakan hasil pemeriksaanku hari itu, aku hanya bisa menangis sesenggukan enggan untuk menceritakan.

Lalu, bagaimana rasanya setelah suntik tapros? Nanti aku ceritakan di part 2 yaaa.. see you..